MAKALAH TEORI
SASTRA
HEGEMONI DALAM
CERPEN “BAWUK” KARYA UMAR KAYAM

OLEH
HIDAYATUL ILMIAH
12020074044
PB 2012
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA
DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Karya
sastra dianggap sebagai sarana untuk memahami keadaan jiwa pengarang atau
sebaliknya dan juga dianggap sebagai pancaran kepribadian pengarang. Pengarang
biasanya lebih banyak dipengaruhi oleh alam disekitarnya. Tidak heran lagi jika
pengarang khususnya Umar Kayam mengundang pembicaraan, karena wujud dari nilai
sosial yang digambarkan pola-pola dasar humanisasi. Umar Kayam menganggap
pandangannya itu tidak hanya sebatas pada pilihan pribadi tetapi juga pada
suatu strategi yang digunakan dengan sadar dalam berhadapan dengan transisi
masyarakat. Karya-karyanya berkaitan erat dengan latarbelakang kehidupannya,
yaitu budaya Jawa.
Cerpen
“Bawuk” karya Umar Kayam, mengangkat tema kehidupan pada masa PKI di Indonesia.
Tokoh Bawuk sebagai seorang istri dari komunis, membawa perubahan besar dalam
dirinya. Ada banyak dominasi, baik secara fisik ataupun mental dalam cerpen
ini. Teori-teori yang berkaitan dengan ideology dan hegemoni menduduki posisi
sentral yang cukup penting dalam studi sastra (Ratna: 2007: 174). Oleh karena itu,
penulis akan menganalisis bentuk hegemoni yang terdapat dalam cerpen “Bawuk”
karya Umar Kayam.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah adalah bagaimana
bentuk hegemoni yang terdapat dalam cerpen “Bawuk” karya Umar Kayam?
1.3 Tujuan
Sesuai
permasalahan yang diangkat, makalah ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan bentuk
hegemoni yang terdapat dalam cerpen “Bawuk” karya Umar Kayam.
1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah
kajian kesusastraan khususnya analisis cerpen
1.4.2 Menambah
dan memperluas pengetahuan tentang teori hegemoni
1.4.3 Menambah
referensi bagi mahasiswa atau masyarakat yang akan menganalisis cerpen.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1
Bentuk Hegemoni
2.1.1
Hakikat Teori Hegemoni
Hegemoni berasal dari bahasa Yunani hegeisthai, yang berarti memimpin; kepemimpinan;
kekuasaan yang melebihi kekuasaan yang lain. Biasanya
hegemoni merujuk ke pengertian dominasi. Namun, bagi Gramsci, konsep hegemoni
berarti sesuatu yang lebih kompleks. Gramsci menggunakan konsep itu untuk
meneliti bentuk politik, kultural, dan ideologis tertentu, yang lewatnya, dalam
suatu masyarakat yang ada, suatu kelas fundamental dapat membangun
kepemimpinnanya sebagai sesuatu yang berbeda dari bentuk-bentuk dominasi yang
bersifat memaksa.
Menurut Gramsci
(Faruk, 2013: 141), suatu kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok
antagonistik yang cenderung dihancurkan. Kelompok tersebut menjadi dominan
apabila menjalankan kekuasaan dan sudah memegang dominasi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa teori hegemoni ialah teori yang didasarkan pada dominasi kekuasaan
suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya melalui kepemimpinan intelektual
dan moral yang dibantu dengan dominasi atau penindasan.
2.2.2
Bentuk Hegemoni
Hegemoni terdiri atas dua macam, yakni
hegemoni penindasan atau dominasi, dan hegemoni kepemimpinan intelektual dan
moral. Hegemoni dominasi lebih merujuk pada konsep Marxis. Secara garis besar,
hegemoni yang diungkapkan oleh Marxis adalah hegemoni negara, dimana hegemoni
ini dilakukan oleh penguasa terhadap individu atau kelompok secara fisik maupun
nonfisik.
Hegemoni yang kedua yaitu hegemoni
kepemimpinan intelektual dan moral. Hegemoni ini dipopulerkan oleh Gramsci.
Hegemoni ini dilakukan dengan argumentasi-argumentasi yang secara logika dapat
diterima. Intelektual dapat dipahami sebagai strata sosial yang menyeluruh yang
menjalankan suatu fungsi organisasi dalam pengertian luas. Jadi, intelektual
bisa mencakup kebudayaan, sosial, ataupun ekonomi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis Cerpen “Bawuk” karya
Umar Kayam
Bawuk, putri bungsu keluarga Suryo, putri seorang
'onder,' priyayi Jawa. Sejak kecil ia telah menumbuhkan sifat-sifat kerakyatan,
berbeda denga keempat kakaknya. Hal ini tampak dalam sikapnya yang menghargai
para pembantunya. Hanya Bawuk seorang yang memahami kepedihan ibunya, yang
terpaksa melihat suaminya tenggelam dalam pelukan ledek (penari), dalam suatu
pesta di Kabupaten. Setelah dewasa, Bawuk berkenalan dengan Hassan, seorang
aktivis Partai Komunis. Kemudian mereka menikah dan mempunyai seorang putri dan
putra.
Ketika peristiwa G 30 S meletus, Hassan ikut
terlibat dan terus dikejar tentara. Maka Bawuk beserta kedua anaknya terpaksa
pindah dari satu kota ke kota lain, untuk mengikuti suaminya yang terpaksa
terus melarikan diri dari kejaran tentara. Akhirnya, bawuk mengambil keputusan.
Ia datang ke kota tempat tinggal ibunya, untuk menitipkan kedua anaknya. Tak
mungkin ia membawa-bawa kedua anaknya dalam pelarian itu. Anak-anaknya butuh
kehidupan yang layak dan bersekolah dengan tenang. Di rumah ibunya, Bawuk
disambut oleh keempat kakak beserta ipar-iparnya yang telah mapan: seorang
brigjen, dosen di ITB, dirjen di salah satu departemen, dan seorang dosen lagi
di Gadjah Mada. Mereka terus membujuk Bawuk agar tetap tinggal di kota itu.
Namun Bawuk telah berketetapan hati untuk terus mencari suaminya. Dengan tegar
ia menjelaskan bahwa sebagai isteri, ia tetap harus menemui suaminya. Hanya
saja kedua anaknya dititipkan kepada ibunya. Semua kakaknya sulit menerima
keputusan itu. Hanya sang ibu yang dapat memenuhi keputusan Bawuk.
Cerita ditutup dengan suara sayup anak-anak Bawuk
yang sedang belajar mengaji. Bu Suryo membaca dalam surat kabar, bahwa G 30 S
telah ditumpas dan Hassan, menantunya ialah salah seorang yang diberitakan
tertembak mati. Tapi Bawuk tak ketahuan rimbanya.
3.2 Bentuk
Hegemoni dalam Cerpen “Bawuk” karya Umar Kayam
Telah dijelaskan dalam kajian pustaka,
bahwa hegemoni adalah dominasi
kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya melalui kepemimpinan
intelektual dan moral yang dibantu dengan dominasi atau penindasan. Dalam
cerpen “Bawuk” ini juga ada beberapa hegemoni yang terjadi, baik hegemoni
dominasi ataupun hegemoni kepemimpinan intelektual. Setidaknya ada tiga bentuk
hegemoni yang paling menonjol dalam cerpen ini, berikut penjabarannya:
1.
Hegemoni Hassan
terhadap Bawuk
Hassan, suami Bawuk, merupakan
seorang aktivis PKI. Meskipun PKI dianggap sebagai pemberontak, namun Bawuk
tetap patuh kepada Hasan. Hassan juga sering memberikan penjelasan-penjelasan
mengenai PKI, menyuruh Bawuk melakukan sesuatu untuk PKI, dan memberi tugas
kepada Bawuk tekait kegiatan PKI, namun Hassan tidak pernah secara jelas
menyuruh Bawuk untuk bergabung dengan PKI. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan sebagai berikut:
Suaminya
selalu memberitahukannya tentang perkembangan organisasi itu, mendorongnya
untuk ikut secara aktif, mengajaknya berdiskusi, dan memberinya bahan bacaan
yang cukup banyak. Tetapi, Hassan tidak pernah menganjurkan atau menyuruh agar
Bawuk secara resmi masuk menjadi anggota salah satu anak organisasi PKI itu
(Kayam, 1975: 119)
Secara tidak sadar, Hassan
melakukan hegemoni secara mental terhadap Bawuk. Hegemoni ini dilakukan Hassan
melalui argumentasi-argumentasinya tentang PKI dan menerjunkan secara langsung
Bawuk dalam kegiatan PKI. Hegemoni ini membawa Bawuk dalam kondisi mental yang
bimbang. Bawuk merasa tidak mengetahui mengapa ia tetap patuh melakukan
tindakan yang seakan-akan menjadikannya anggota PKI. Hal ini terlihat dari
percakapan Bawuk dan kakaknya:
Sungguh,
secara jujur aku iri kepada kemampuanmu melihat segala persoalan. Begitu
terang, begitu sederhana, dan begitu sistematis. Saya selalu kesulitan di dalam
mencoba mengerti dengan sederhana dan jelas tentang hubungan dengan PKI itu.
Satu-satunya hal yang terang bagiku hanya hubunganku dengan Hasan (Kayam, 1975:
119).
2.
Hegemoni Hasan
terhadap Suatu Kelompok Masyarakat
Tidak hanya kepada
Bawuk, Hassan juga melakukan hegemoni terhadap beberapa kelompok masyarakat,
agar kelompok masyarakat tersebut ikut dalam kegiatan PKI. Berikut kutipan
ketika Hassan melakukan hegemoni terhadap kelompok masyarakat tersebut:
Rakyat
di Kecamatan T mesti disiapkan untuk segala kemungkinan. Diperhitungkan,
tentara, lambat atau cepat, pasti akan menggempur T. Mereka memutuskan rakyat
perlu dipertebal semangatnya dan dibawa ke arah kondisi mental untuk bertempur.
Itu berarti bahwa mereka harus dibawa ke arah suasana fanatisme yang tidak
kenal ragu-ragu lagi (Kayam, 1975: 118)
Hegemoni yang dilakukan oleh Hassan terhadap
kelompok masyarakat di Kecamatan T tersebut berupa hegemoni kepemimpinan
intelektual. Hal itu dikarenakan adanya dorongan agar masyarakat di Kecamatan T
secara fanatik mau membantu PKI bertempur dengan tentara
3.
Hegemoni
Pemerintah terhadap PKI
Hegemoni Pemerintah
terhadap PKI dilakukan melalui hegemoni dominasi dan kepemimpinan intelektual.
Meskipun dominasi atau penindasan terlihat lebih jelas. Berikut kutipannya:
Dan
para petani yang tidak mau menyerah, dihantam tanpa ampun lagi. mayat mereka
bergelimpangan di pematang sawah, di pinggir kali, dan dilorong-lorong
pedukuhan. Seprempat penduduk telah mati, hamper separo dari penduduk laki-laki
telah menjadi tawanan tentara.
Mata
petani-petani itu merah dan tegang. Apa benar yang mereka coba pikirkan dalam
keadaan begitu. Seluruh peristiwa itu yang berkembang dengan pesatnya menjadi
suatu peperangan? Dalam desa mereka yang hijau itu? (Kayam, 1975: 122-123).
Pemerintah melalui tentara-tentaranya
telah melakukan dominasi atas petani-petani yang ikut menjadi pengikut petani.
Meskipun sebenarnya petani-petani tersebut hanya terpengaruh oleh hegemoni yang
dilakukan Hassan dan petinggi PKI yang lain. Namun tentara-tentara tidak mau
tahu, terlepas dari keikutsertaan petani dalam PKI karena pengaru ideology yang
diungkapkan petinggi PKI.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
yang telah diuraikan sebelumnya, penulis menyimpulkan:
4.1.1
Teori hegemoni
ialah teori yang didasarkan pada dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas
kelas sosial lainnya melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan
dominasi atau penindasan.
4.1.2
Hegemoni terdiri atas dua macam, yakni
hegemoni penindasan atau dominasi, dan hegemoni kepemimpinan intelektual dan
moral.
4.1.3
Bentuk hegemoni yang terjadi dalam
cerpen “Bawuk” karya Umar Kayam adalah:
4.1.3.1 Hegemoni Hassan terhadap Bawuk
4.1.3.2 Hegemoni Hasan terhadap Suatu Kelompok Masyarakat
4.1.3.3 Hegemoni Pemerintah terhadap PKI
4.2 Saran
4.2.1
Pengajian atau analisis terhadap suatu
karya sastra, khususnya analisis hegemoni terhadap cerpen perlu pemahaman
secara mendalam tentang teori yang digunakan.
4.2.2
Diperlukan kekritisan tinggi lebih
dahulu terhadap cerpen yang akan dianalisis, sebelum menganalisisnya.
4.2.3
Referensi yang beragam akan lebih
memudahkan dalam menganalisis karya sastra, dan tentu hasilnya akan lebih
maksimal.
DAFTAR
RUJUKAN
Faruk.
2013. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai
Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ratna,
Nyoman Kutha. 2013. Sastra dan Curtural
Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kayam,
Umar. 1986. Sri Sumirah dan Cerita Pendek
Lainnya. Yogyakarta: Pustaka Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar